In Good Company

Posted by Ika Devita Susanti at 12:57 AM

Monday, January 21, 2008


In Good Company

Film ini mengisahkan tentang kehidupan tiga individu yang saling berhubungan satu dengan yang lain baik dalam keluarga maupun pekerjaan. Dan Foreman (Dennis Quaid) merupakan seorang ayah dengan dua orang anak perempuan. Anak sulungnya yang bernama Alex (Scarlett Johansson) ternyata memiliki hubungan percintaan rahasia dengan bos barunya, Carter Duryea (Topher Grace).

Alasan Dan membenci Carter ialah karena Carter baru berusia 26 tahun sedangkan dia berusia 51 tahun. Dan merasa bahwa Carter masih muda dan belum mempunyai cukup pengalaman dalam bekerja, seperti yang telah diakui Carter padanya.

Emosinya memuncak saat dia mengetahui hubungan yang terjalin antara Alex dengan Carter. Dan memergoki Carter sedang makan siang dengan Alex di sebuah Restoran. Setelah mengetahui bahwa Carter tidur dengan Alex, Dan segera mendaratkan pukulannya yang telak ke mata sebelah kiri Carter. Alex berusaha membela Carter, namun setelah mendengar kata-kata ayahnya bahwa mereka menghipotikkan rumah mereka, Alex akhirnya memutuskan hubungannya dengan Carter.

Apabila kita menonton film ini cukup seksama, kita dapat melihat banyak hal dan tips-tips dalam bekerja maupun membina hubungan. Film ini membawa kita untuk mengetahui bagaimana kita bisa menjadi seorang yang sportif, mengalah namun tidak kalah, bertindak benar pada saatnya, dan berpikir dengan logika sekaligus dengan perasaan.

Film ini memberikan informasi dan pelajaran secara tidak langsung bagaimana bernegosiasi dengan rekan kerja, bagaimana kita memulai suatu hubungan di lingkungan kerja yang baru, di mana saat itu kita berada di posisi yang tidak menyenangkan, dipandang sebelah mata oleh orang lain, bagaimana kita menjual dengan baik, bagaimana kita membentuk kepercayaan diri kita tanpa takut mengutarakan pendapat, dan bagaimana ambisi kadangkala menghancurkan hidup kita. Film ini juga menunjukkan bagaimana kita harus bersikap tegas dan menjadi orang yang dapat diandalkan.

Pada akhirnya, Alex dan Carter tidak memiliki hubungan apa-apa, namun sepertinya mereka menjalankan peran hidup mereka masing-masing dengan baik.


****************************************
In Good Company
Cast: Dennis Quaid, Scarlett Johansson, Topher Grace
Universal Studios 2004

The Last Brickmaker In America

Posted by Ika Devita Susanti at 5:54 AM

Tuesday, January 15, 2008

This is a true story

Beberapa minggu lalu saya menonton film ini, dan menurut saya film ini menarik. Saya ingin membagikan ceritanya pada kalian, namun tidak seutuhnya. Saya sekaligus mencantumkan nilai – nilai yang saya dapatkan dari film ini. Namun tentu saja tiap – tiap orang mendapatkan pelajaran dari sisi yang berbeda-beda. Saya menceritakan yang dari sudut pandang saya. Jika ingin tahu selengkapnya, kalian menonton sendiri saja yah:D


The Last Brickmaker In America


Film ini menceritakan tentang seorang pembuat batu bata di desa Springfield. Dia bernama Henry Cobb (Sidney Poitier, pemenang Academy Award). Menurut saya, cerita yang dibawakan dalam film ini ringan dicerna tetapi sarat makna. Kisahnya dimulai dari kunjungan Henry ke kuburan mantan istrinya, Dorothy. Walaupun Dorothy telah meninggalkannya ke dunia yang berbeda, namun dia tetap mengunjungi kuburan istri yang dicintainya tersebut sambil sesekali mengingat masa lalu dan menceritakan kejadian – kejadian yang sedang dia alami saat itu. Kendati demikian, dia tetap tidak dapat melupakan istrinya. Dorothy melupakan alasan baginya untuk bangun di pagi hari. Henry berumur 76 tahun dan kondisi badannya sedang kurang baik, namun dia tetap bertahan.



Di bagian desa Springfield yang lain, ada seorang anak yang merusak properti sekolah dengan menyemprotkan spray ke tembok sekolah Washington. Danny Potter namanya. Orang tuanya – Mr. dan Mrs. Potter – berpisah karena tidak ada yang mau mengalah. Mereka mengutamakan keinginan dan karir masing – masing. Mr. Potter mengutamakan pekerjaannya sebagai mandor sedangkan Mrs. Potter mengutamakan pekerjaan mengajarnya di sekolah. Sayangnya, mereka tidak menyadari bahwa perbuatan mereka tersebut sangat berdampak pada pertumbuhan anak mereka. Danny terabaikan. Dia membenci orang tuanya, namun melampiaskan kekesalannya dengan menyemprot tembok perpustakaan Wahsington dengan tulisan “Washington sucks”. Akibat dari kegiatan destruktif tersebut (yang ternyata merupakan kegiatan perusakan yang ketiga kalinya) , Danny diskors selama Bulan Desember.



Setelah menemui kepala sekolah Danny, Mr. Potter menemui atasannya. Atasannya ini kebetulan bertugas untuk merenovasi perpustakaan yang rusak tersebut. Mr. Potter ditugasi untuk memutus hubungan kontrak antara Henry Cobb dengan sekolah Washington, dengan jaminan, pekerjaannya. Artinya, apabila dia tidak berhasil memenangkan Middleton (perusahaan pembuat batu bata tempat dia bekerja), maka dia akan dipecat. Apabila Henry Cobb berhasil membuatkan 22.00 batu bata dalam waktu 8 minggu untuk pembenahan perpustakaan tersebut, Potter akan kehilangan pekerjaannya. Pilihannya hanya dua, dipecat, atau Cobb tidak membuatkan batu bata untuk sekolah Washington. Ini merupakan dilema untuk Mr. Potter, karena ternyata Danny memiliki hubungan yang cukup baik dengan Henry Cobb.



Henry Cobb telah menjadi sebuah legenda di Springfield. Banyak gedung dibentuk dan didirikan dari batu bata hasil buatan tangannya. Dia hampir menyerah saat diberi surat pemutusan kontrak kerja oleh sekolah Washington. Atas dukungan dari Ruth Anne , penjual bunga langganannya sekaligus teman baik istrinya, dia bangkit kembali dan menolak tawaran untuk tidak membuat batu bata lagi. Pertama – tama dia memang mengerjakan pembuatan 22.000 batu bata tersebut sendirian. Namun demikian di akhir cerita ini, satu persatu temannya membantunya kembali. Selain itu, kekuatan yang muncul dalam cerita iniberasal dari keluarga Potter yang pada akhirnya membantu Cobb menyelesaikan deadlinenya.



Sebelum menuju ke sana, saya ingin menceritakan tentang permasalahan yang muncul di sini. Perseteruan mulai muncul saat Danny lebih memilih untuk tinggal di rumah Henry Cobb alih-alih tinggal bersama ibunya. Ayahnya, Mr. Potter, tentu saja merasa keberatan. Terlebih lagi karena anak yang disayanginya memilih untuk tinggal di rumah orang yang akan menentukan apakah dia akan dipecat dari pekerjaannya atau tidak. Namun demikian dengan kebijaksanaan dan pengalaman Henry Cobb, kehidupan keluarga ini berubah sedikit demi sedikit. Danny menjadi anak yang cerdas, karena walaupun dia diskors dan tinggal di kediaman Cobb, dia tetap harus belajar. Ayah dan ibu Danny pun mulai berubah. Mereka mulai mendahulukan keluarga mereka dan sedikit demi sedikit hubungan antara mereka bertiga membaik. Henry Cobb berhasil mempersatukan keluarga Potter kembali.



Cerita ini cukup ringan dan baik untuk ditonton oleh keluarga. Beberapa kalimat yang digunakan pun cukup mengena dan realistis sehingga para penontonnya pun mudah untuk menangkap makna moral yang tersembunyi di baliknya. Beberapa kalimat yang saya catat dan cukup baik untuk dibaca yaitu saat Cobb menanggapi pertanyaan Potter yang bernada mengejek. Saat itu Potter berusaha membujuknya untuk menandatangani surat pemutusan kontraknya. Henry menolak. Potter menanyakan padanya,”Bagaimana kamu bisa membuat 22.000 batu bata dalam waktu 8 mingu?” Jawaban Cobb sangat singkat namun baik. Dia menjawab, “Satu per satu”. Benar! Memang untuk melakukan sesuatu yang besar, kita perlu memiliki impian dan tujuan namun langkah yang harus dilakukan ialah satu per satu. Kita tidak mungkin langsung melangkah ke impian itu dan langsung terjadi begitu saja. Selalu ada proses atas segala sesuatu.



Suatu hari di depan rumah Henry Cobb, Mrs. Potter menceritakan sedikit permasalahannya pada Cobb. Dia menceritakan tentang bagaimana hubungan dalam keluarga mereka. Bagaimana hubungan dia dengan Mr. Potter. Cobb tidak banyak berbicara, namun hanya mengatakan padanya bahwa semua suami istri harus mengalami masa sulit. Mrs. Potter ingin agar Cobb memberitahu cara menyelesaikan permasalahannya dengan suaminya. Namun sayangnya setelah mengatakan keinginannya tersebut, dia lalu beranjak pergi. Saat itu Cobb sedang membaca buku dan kamera di zoom ke arah judul buku yang dibaca Cobb, yang tidak lain, adalah jawaban dari permohonan yang dilontarkan Mrs. Potter. Ingin tahu judulnya? Tonton filmnya yah:D (iseng.com)



Ok! Kita lanjut ke bagian lain. Suatu malam, terjadi hujan lebat. Hujan itu berhasil menghancurkan batu bata Cobb yang sedang dalam proses pembuatan. Cobb dan Danny telah berusaha keras untuk menutup batu bata tersebut dengan penutup plastik, namun mereka gagal. Akibatnya, kerja keras selama beberapa hari itu pun sia – sia. Hal ini berarti, apabila Cobb berusaha sendiri – atau berdua dengan Danny – dalam jangka waktu yang tersisa tersebut, mereka tidak akan berhasil. Keesokan harinya, Cobb mendatangi Mr. Potter yang tidak lain ialah ayah Danny. Cobb meminta perpanjangan waktu padanya. Namun sayang sekali, Mr. Potter menolak permintaannya tersebut. Dia menceritakan hasil dari permohonannya tersebut kepada Danny dan Danny menjadi sangat marah. Namun Cobb meredakan kemarahannya dengan mengatakan pada Danny, bahwa Mr. Potter akan selamanya menjadi ayahnya. Maksud Cobb di sini ialah, seburuk apapun ayah kita, sebenci apapun ayah kita, kita akan selamanya menjadi anaknya dan dia akan selamanya menjadi ayah kita. Jangan sampai kita menyesal telah membenci dan melakukan hal yang buruk terhadapnya. Saya baru menyadari hal ini setelah Danny diberitahu oleh Lewis – salah satu pekerja Cobb – bahwa ayah Cobb telah meninggal saat Cobb masih kecil. Saat itu, kisah Cobb tidak jauh beda dengan Danny. Kejadian yang mereka alami hampir serupa, Cobb juga pernah kabur dari rumah dan tinggal di rumah orang yang mengajarnya cara membuat batu bata. Hingga kini dia menyukai kegiatan pembuatan batu bata tersebut hingga dia emmbuat batu bata selama 60 tahun. Perbedaan antara mereka berdua hanya satu, ayah Cobb akhirnya meninggal, sedangkan ayah Danny masih hidup hingga akhir cerita.



Danny kemudian menceritakan pada ibunya tentang “kekejaman” yang dilakukan oleh ayahnya. Dia lalu meminta ibunya untuk membantu mereka menyelesaikan deadline tersebut. Namun ibunya menolak dengan alasan karena dia harus melatih beberapa lagu baru pada grup paduan suaranya untuk kegiatan wisuda sekolah. Danny merasa sangat kecewa lalu meninggalkan ibunya begitu saja di aula. Ibunya berusaha menjelaskan tentang arti komitmen pada Danny. Komitmennya pada sekolah untuk menjadi pengajar dan sebagainya. Danny tidak terima dan tetap memaksa ibunya untuk cuti untuk membantunya. Ibunya lalu berkata, “Tak semua yang kau inginkan terjadi sesuai keinginanmu” Saat ini ibunya mungkin bermaksud mengajar Danny tentang hidup. Hidup tidak mudah dan tidak semua yang kita inginkan terjadi sesuai keinginan kita. Kadang kita mengalami apa yang dinamakan kegagalan, kadang kita mengalami apa yang dinamakan kekecewaan. Namun demikian, pada pertengahan cerita, ibunya membantu dia juga :D. Saat ini kehidupan dan hubungan mereka membaik.



Saat Danny harus menghadap jajaran staff di sekolah – karena dia diskors, dia harus menghadap staff terhormat untuk diuji apakah dia boleh kembali bersekolah atau tidak – para staff tersebut tidak mempercayai perubahan yang terjadi pada Danny, walaupun Mrs. Potter telah menceritakan beberapa perubahan pada anak tunggalnya tersebut. Satu hal yang saya suka yaitu saat Danny meyakinkan mereka dengan satu pernyataannya yang singkat, “Henry mengambil risiko atasku dan aku tidak akan mengecewakannya. Jika kalian mengambil risiko atasku, aku pun tidak akan mengecewakan kalian” Danny mulai tahu bagaimana dia harus bertindak. Dia yang dulunya tidak perduli dengan orang lain dan selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan yang telah ia perbuat, kini dia mulai bertumbuh dewasa dan bijaksana. Akhirnya Cobb datang dan membantu dia mendapatkan ijin untuk masuk sekolah tersebut. Cobb bersaksi untuk Danny. Saat para staff tersebut bertanya pada Cobb apakah dia mempercayai Danny, Cobb menjawab, “Aku percaya padanya, karena dia kawanku” Begitulah seharusnya seorang kawan, saling percaya. Saling mendukung dan tidak saling mengecewakan. Kejadian itu membuat Danny berhasil masuk sekolah kembali.



Suatu malam, Cobb mengundang Mr. Potter untuk makan malam bersama. Kejutannya ialah, saat itu Danny dan Mrs. Cobb berada di sana untuk makan malam juga. Mereka kemudian saling bercerita tentang masa lalu. Cobb seperti menjadi moderator antara Mr. Dan Mrs. Potter. Saat itulah mereka bertiga mulai membaik. Dan saya juga tidak tahu apakah Mr. Potter dengan sadar mencetuskan kata-kata, “aku menyukaimu” kepada Mrs. Potter. Mereka kemudian merasa malu – malu. Cobb menengahinya dengan menceritakan tentang Dorothy, istri yang dicintainya. Dia mengatakan bahwa semakin sulit bagi Dorothy untuk melakukan sesuatu bagi Cobb, semakin dia ingin melakukannya. Cobb sangat mengagumi Dorothy.



Seusai makan malam, Mr. Dan Mrs. Potter keluar rumah dan berbincang- bincang. Mereka merenung dan saling bercerita tentang permasalahan di antara mereka berdua. Beberapa kalimat yang cukup menggugah ialah saat Mrs. Potter mengatakan pada Mr. Potter, “Beberapa hal kau lakukan memang harus” Saat itu mereka berdua seperti ingin menangis dan Mr. Potter mengatakan bahwa dia tidak mendapat apa-apa sedangkan orang lain mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mrs. Potter menjawabnya, “Kau tak akan mendapatkan apa pun sampai kau memutuskan apa keinginanmu” kemudian Mrs. Potter berlalu dari hadapannya. Pernyataan ini nampaknya yang akhirnya membuat Mr. Potter mengambil keputusan untuk dipecat dan membantu Cobb membuat batu bata. Dia berniat untuk kembali menjadi kontraktor, karena ijin untuk itu masih ada. Lengkaplah sudah kebahagiaan dalam keluarga Potter. Mereka bertiga bersatu kembali (di tempat pembuatan batu bata). Mereka mulai saling mengasihi kembali. Danny mendapatkan orang tuanya. Mr. Potter mendapatkan keluarga dan pekerjaan awalnya sebagai kontraktor. Mr Cobb, mendapatkan satu lagi pengalaman indah dengan keluarga Potter.



Eitt... sudah bosan yah, Ok deh, saya beri satu kalimat penutup yang juga menyentuh hati saya. Kejadian ini ialah saat Lewis menceritakan tentang ayah Cobb kepada Danny. Saat itu Danny sedang membenci ayahnya karena tidak diberi perpanjangan waktu. Lewis menceritakan bagaimana Cobb kabur dari rumahnya dan pada akhirnya mengetahui bahwa ayahnya meninggal. Hanya penyesalan yang tertinggal. Danny membela dirinya dengan mengatakan pada Lewis bahwa ayah Cobb membutuhkan Cobb, sedangkan ayah Danny tidak membutuhkannya. Bagaimana tanggapan Lewis? Lewis menjawabnya dengan kalimat ini, “All fathers need his sons to make them feel whole”. So... apakah itu benar? Para ayah, silahkan menyimpulkannya :D


The Last Brickmaker In America
Paramount Pictures @2003.
cast: Sidney Poitier